Tentang
Nurul
Arifin

1
MELANGKAH DARI DUNIA FILM DAN ENTERTAINMENT

Film pertama saya “Hati Yang Perawan” arahan sutradara Chaerul Umam adalah Film yang jadi langkah start -saya di dunia film. Film berikutnya seperti Naga Bonar. Meski dinobatkan menjadi artis terlaris tahun 1989, Saya ‘tidak sekedar’ main dalam film-film saya.

Saya terus meningkatkan kemampuan dan kualitas acting karena pada dasarnya saya adalah pekerja keras. Syukurlah, kerja keras saya membuahkan hasil dengan kesempatan menjadi nominator untuk perolehan piala citra dalam lima kali festival film Indonesia.

Tak terasa sudah dua puluh tahun lebih saya berkecimpung di dunia film dan dunia entertainment secara umum. Tak bisa disangkal karir saya di dunia film dan dunia entertainment inilah yang membuat nama dan wajah saya dikenal publik seluruh Indonesia.

2
tahap baru: menjadi aktivis sosial

Semua keterlibatan saya sebagai aktivis adalah faktor keinginan saya untuk menjadi seseorang yang berarti bagi orang lain. Penderitaan korban Aids, Narkoba ataupun kekerasan terhadap perempuan membuat saya tertarik untuk terlibat secara aktif menjadi sukarelawan. Kegiatan yang pada awalnya hanya sekedar memenuhi kebutuhan bathin saya untuk menolong sesama, justru memberikan banyak penghargaan bagi saya. sesuatu hal yang saya anggap sebagai “bonus”. Misalnya saja saya berhak menerima beasiswa dua kali dari Ford Foundation untuk mengikuti studi jender dan seksualitas tahun 1999 dan 2000 di FISIP Universitas Indonesia.

Lalu penghargaan yang saya terima dari Yayasan Pelita Ilmu sebagai “Artis perduli AIDS 1999”. Tahun 2003, saya terpilih sebagai salah satu perempuan berkualitas untuk kandidat anggota Legislatif versi LSM Cetro (2003); Penerima penghargaan utama dari Badan Narkotika Nasional Indonesia sebagai Artis Peduli Narkoba (2003); mendapat penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup (duta Lingkungan Hidup); Penghargaan dan duta Lingkungan Hidup WALHI; Menerima Penghargaan Nasional Wira Kencana dari BKKBN Pusat 2004; Terpilih sebagai Young Global Leaders dari World Forum – Swiss. (Januari 2005).

3
TERJUN KE DUNIA POLITIK

Dalam dunia politik di Indonesia, saya melihat belum banyak perempuan yang terwakili di parlemen. Tak heran kalau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun hanya sedikit yang mengakomodasi kepentingan perempuan. Di antara yang sedikit itu, lebih sedikit lagi jumlah kebijakan yang menguntungkan kaum perempuan. Harap maklum, jumlah laki-laki yang lebih banyak ketimbang perempuan di lembaga itu menyebabkan lebih banyak pula kaum laki-laki yang terlibat dalam proses pembuatan berbagai kebijakan dan perundang-undangan.

Kenyataan statistik bahwa jumlah perempuan adalah 51% tidak tercermin dalam komposisi jenis kelamin di parlemen. Apalagi dibandingkan dengan data statistik pemilu yang menunjukkan bahwa 57% dari pemilih adalah kaum perempuan. Mudah dipahami kalau kepentingan perempuan kurang terwadahi dalam kebijakan atau keputusan parlemen.


Kenapa harus dipersoalkan, dan kenapa juga isu perempuan menjadi begitu penting? Kartini pernah mengatakan, pendidikan pertama seorang anak adalah di pangkuan perempuan. Ini menunjukkan bahwa kehadiran perempuan sangat berkaitan atau berorientasi pada kualitas manusia yang dididiknya. Tapi bagaimana hal itu akan terlaksana kalau kaum perempuan tidak secara merata diberi kesempatan untuk melakukannya?


Di tingkat pengambilan keputusan, perempuan perlu mendapat akses dan fasilitas yang memadai, agar menghasilkan sesuatu yang mempermudah perempuan menjalankan tugasnya sebagai “pendidik” dengan sebaik-baiknya. Tapi bagaimana mungkin hal itu akan terwujud kalau di tingkat praktik keseharian saja, banyak sekali batasan bagi perempuan? Informasi dan fasilitas hidup seperti pendidikan dan kesehatan, misalnya, yang diperoleh perempuan relatif tidak sebanyak laki-laki. Ketika harus memutuskan untuk membiayai sekolah anak, umpamanya, banyak orang tua yang dengan cepat menentukan bahwa laki-laki lebih mendapat prioritas. Sehingga banyak perempuan yang putus sekolah atau bahkan bahkan buta huruf.


Di bidang kesehatan pun tak jauh berbeda. Angka kematian ibu melahirkan dan balita yang masih tinggi, antara lain disebabkan karena tiadanya prioritas yang diberikan kepada perempuan. Di bidang lain tak kalah memprihatinkannya. Kekerasan terhadap perempuan, umpamanya, adalah realitas sosial yang setiap saat terjadi dan setiap hari kita dengar beritanya.


Kondisi inilah, antara lain, yang menyebabkan kualitas rata-rata perempuan Indonesia masih rendah. Dengan kualitas yang masih rendah, bagaimana mungkin perempuan bisa diharapkan menjadi pendidik yang baik? Bagaimana mungkin mereka akan memberikan sesuatu yang berkualitas bagi pendidikan dini anak-anaknya?

Perbaikan kondisi perempuan tidak terjadi secara nyata, antara lain karena tak banyak norma dan kebiasaan yang menguntungkan perempuan. Sebagai produk perundang-undangan, keadaannya pun tak jauh beda akibat mayoritas pengambil kebijakan di parlemen adalah kaum laki-laki. Tidak ada pemahaman yang cukup baik terhadap kepentingan dan kebutuhan perempuan.Karena itu, saya pribadi memandang perlu adanya kesempatan bagi perempuan untuk ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan di tingkat parlemen. Agar kebijakan yang dikeluarkan lebih sensitif terhadap kepentingan dan kebutuhan perempuan.


Dengan masuknya saya ke dunia politik, semoga bisa dilihat sebagai suatu bentuk pengabdian untuk negara dan bangsa. Karena saya masuk dengan satu idealisme untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama pendidikan dan kesehatan untuk perempuan dan anak-anak, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan.


Saya berharap, apa yang saya lakukan ini bisa diterima sebagai sumbangsih saya kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan. Karena pilihan untuk terjun ke dunia politik yang sebenarnya — dengan bergabung bersama partai politik — adalah keputusan yang sangat besar dalam hidup saya. Sekaligus, membawa konsekuensi dan tanggung jawab yang sangat berat. Karena itu, saya juga mengharapkan kontrol dari masyarakat dan teman-teman aktivis agar saya tetap konsisten pada komitmen dan tidak larut dengan kepentingan partai yang tidak sesuai dengan misi dan visi saya.


Kenapa Golkar? Sejak diluncurkan database CETRO (Center for Electoral Reform), sebuah lembaga pengkajian masalah politik dan pemilu, 21 April 2003, yang memilih saya sebagai salah satu perempuan yang dianggap berpotensi menjadi calon Legislatif, banyak partai politik yang menawari saya untuk bergabung. Salah satunya adalah Golkar. Kemudian, lewat berbagai pertimbangan dan pemikiran, saya pun akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Golkar.


Saya menyadari sekali bahwa Golkar memiliki citra jelek pada masa lalu. Namun, saat ini keinginan sebagian besar warga Golkar untuk menjadi Golkar baru merupakan hal yang patut saya pertimbangkan. Karena saya selalu berpedoman bahwa tiada yang abadi dalam dunia ini kecuali perubahan. Jadi, saya percaya bahwa niat baik sebagian besar warga Golkar untuk menjadi Golkar baru perlu dihargai. Lagi pula, jika ingin tetap eksis, Golkar juga harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yakni kondisi yang lebih demokratis dalam berbangsa dan bernegara. Jadi, saya optimis bahwa Golkar yang saya masuki saat ini bukanlah Golkar yang kita kenal pada zaman Orde Baru lalu. Keyakinan inilah yang membuat langkah saya mulai mantap.


Visi saya yang berorientasi pada perubahan pandangan tentang perempuan dalam kondisi kekinian sejalan dengan visi Partai Golkar yang selalu terbuka pada pembaruan. Ideologi partai yang salah satunya berbasis pada kemajemukan yang ada di Indonesia sejalan dengan nurani saya yang juga memandang Indonesia sebagai sebuah negara yang sangat plural.

4
EDUCATIONAL BACKGROUND

Formal Education 

  • Master's Degree in Political Science, University of Indonesia, 2004 - 2007
  • Bachelor’s Degree in Political Science, University of Indonesia, 2000 - 2004 • SMAN 16 Bandung (Senior Highschool), 1982 - 1985
  • SMP St. Yusup Bandung (Junior Highschool), 1979 - 1982
  • SD St. Yusup Bandung (Elementary), 1973 - 1979


Informal Education

  • Training “Strengthening Committee Operations in the Legislature House Democracy Partnership, Washington DC, USA, 2011
  • Training Campaign Management The Liberal Party of Australia, Canberra, Australia, 2008
  • Comparison of Politics of Decentralization and Regional Autonomy LDP (Liberal Democratic Party), Japan, 2007
  • KSA XIII LEMHANNAS RI, 2005
  • Young Global Leader Zermatt, Swiss, 2005
  • Workshop Women Shaping Democracy Friedrich Ebert Stiftung, German, 2005
  • Workshop Asia-Pacific Festival Conference of Women in The Art, Manila, Philippines,200



5
WORKING EXPERIENCE
  • Member of the House of Representatives of the Republic of Indonesia, Faction of Golkar Party, 2019 - 2024
  • Mayoral Candidate of Bandung, 2018
  • Special Staff of the Head of the House of Representatives of the Republic of Indonesia General Secretary of the House of Representatives of the Republic of Indonesia, 2014 - 2017
  • Member of the House of Representatives of the Republic of Indonesia, Faction of Golkar Party, 2009 - 2014

1. Commission II:

Standing Committee Draft Bill Political Package

  • Draft Bill Political Party
  • Draft Bill General Election Organizers
  • Draft Bill General Election
  • Draft Bill Presidential Election
  • Draft Bill Local Government
  • Draft Bill Special Region of Yogyakarta

2. Legislation Body 

  • Lecturer in Political Science, National University, Jakarta, 2007-2009
  • Gender & Women, AIDS & Drugs Activist, 1997 - 2009
  • Actress, 1984 - 2005
6
ORGANIZATIONAL EXPERIENCE
  • Vice Chairman, Coordinator of Communication and Information Field Center Board of Golkar Party, 2019 - 2024
  • Vice Director of Directorate of the Female Voters' Raising, National Campaign Team of Joko Widodo and Ma'ruf Amin on Presidential Election, 2019
  • Head of the Campaign Victory of Golkar Party in Central West Java Center Board of Golkar Party, 2018 - 2019
  • Head of Media and Opinion Raising Department Center Board of Golkar Party, 2016 - 2018
  • Head of Information Department FKPPI, 2015 - 2020
  • Vice Chairman MKGR, 2016 - 2020
  • Vice General Secretary of Studies and Policies Center Board of Golkar Party, 2009 - 2015
  • Organizer AIPI (Association Indonesian Political Scientists), 2005 - now
  • Organizer IKAL (Alumni Association of Lemhanas), 2005 - now